Jakarta - Penyidik pajak akan mempercepat laju penyidikan kasus dugaan pidana pajak PT Kaltim Prima Coal menyusul putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (9/2) ini yang menolak permohonan praperadilan perusahaan tambang milik Grup Bakrie tersebut.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak, Pontas Pane, mengatakan, putusan pengadilan praperadilan membuat penyidik makin semangat bekerja. Selama meladeni praperadilan yang diajukan Kaltim Prima, kata dia, penyidik memang tetap bekerja.
“Tapi agak terhambat, karena fokus terpecah. Dengan putusan ini berarti speed penindakan penyidikan kasus ini harus dipercepat,” katanya ketika dihubungi Tempo, Selasa (9/2).
Namun, Pontas belum bisa memastikan kapan berkas penyidikan kasus kurang bayar pajak Kaltim Prima senilai Rp 1,5 triliun tersebut akan tuntas dan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. “Ya secepatnya, tunggu dulu, ini dipanggil dulu dong, orangnya (tersangka) belum datang,” ucap dia.
Sebelumnya, sumber Tempo di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan tersangka kasus ini, yakni Robertus Bismarka Kurniawan yang menandatangani Surat Pemberitahuan (SPT) 2007 milik Kaltim Prima, tak memenuhi panggilan pertama untuk dimintai keterangan penyidik dengan alasan sakit. Rencananya, usai putusan praperadilan Kaltim Prima, penyidik akan melayangan panggilan kedua. “Jika tak dipenuhi juga akan kami panggil paksa dibantu Kepolisian,” katanya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan PT Kaltim Prima atas penyidikan Direktorat Jenderal Pajak pada Selasa ini. Hakim Prasetyo Ibnu Asmara mengatakan, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah jelas mengatur kewenangan pengadilan praperadilan, yakni menguji sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan serta permintaan ganti rugi atau rehabilitasi atas penghentian penyidikan dan penuntutan.
Sebab itu, permohonan praperadilan Kaltim Prima yang meminta penyidikan pajak dihentikan bukan termasuk dalam ketentuan tersebut. “Pengadilan tidak dapat membenarkan alasan pemohon dalam praperadilan ini. Permintaan untuk penghentian penyidikan adalah keliru,” ucap hakim tunggal Prasetyo Ibnu Asmara membacakan putusan.
Usai sidang, Pengacara PT Kaltim Prima Coal, Aji Wijaya, menilai pengadilan telah memberikan legitimasi bagi kesewenang-wenangan penguasa dengan menolak permohonan praperadilan kliennya atas penyidikan Direktorat Jenderal Pajak pada kasus dugaan tindak pidana pajak 2007.
“Kami akan melakukan upaya hukum apapun terhadap putusan pengadilan ini,” ucap Aji. Dia belum bisa memastikan upaya hukum apa yang akan dilakukannya atas putusan tersebut. “Kami akan pelajari terlebih dahulu putusannya. Segera akan kami lakukan.”
Yang jelas, upaya hukum itu tak akan sebatas pada pengajuan Kasasi kepada Mahkamah Agung. Melainkan juga, kliennya bisa juga meminta perlindungan hukum kepada Mahkamah Agung atau Kepolisian RI untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan penyidik pajak. “Bisa saja kami nanti mintakan fatwa ke Mahkamah Agung, atau karena penyidik pajak adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan penyidikannya ada di Kepolisian,” ujarnya.
Selasa, 09 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar