Breaking News
Loading...
Selasa, 09 Februari 2010

Prof Banyu Perwita Bintang Terang dari Unpar

Jakarta - Karir pria kelahiran Jakarta 6 Februari 1967 ini sangat moncer di Universitas Parahyangan (Unpar), salah satu universitas terpandang di Bandung. Di usia 41, Anak Agung Banyu Perwita sudah menyandang gelar profesor. Wajar, bila dia kemudian disebut sebagai calon pemimpin Unpar di masa depan.

Sabtu, 12 Januari 2008, merupakan hari bersejarah bagi Banyu Perwita di karir akademisnya. Sebab, pada hari itulah, dia dikukuhkan Unpar sebagai guru besar dalam bidang hubungan internasional, dengan pidato pengukuhan 'Dinamika Keamanan Dalam Hubungan Internasional dan Implikasinya bagi Indonesia.'

Sebelum dikukuhkan sebagai guru besar, Banyu Perwita memang dikenal sebagai mahasiswa dan dosen yang luar biasa aktif. Semasa mahasiswa, dia aktif di berbagai kegiatan kampus. Di bidang akademis, dia berhasil menyelesaikan S2nya di Lancaster University Inggis dan S3-nya di Flinders University, Adelaide-Australia.

Banyu dikenal juga sebagai penulis kolom yang sangat aktif. Sangat sering tulisannya dipublikasikan Kompas dan The Jakarta Post. Dia juga aktif di beberapa lembaga pengkajian, antara lain di Kelompok Kerja Reformasi Sektor Keamanan-Pro Patria, Senior Fellow, Center for Security and Defence Studies, Jakarta dan Overseas Member, Centro Argentino Estudies de Internacionale (CAEI), Argentina, Lead Institute, Jakarta.

Seperti dikutip dari website Unpar, Banyu lahir di Jakarta pada 6 Februari 1967, merupakan putera pertama pasangan Anak Agung Gede Raka dan Nengah Sukarmini. Banyu menyelesaikan pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas di Lembaga  Pendidikan Katolik Pangudi Luhur, Jakarta.

Setamat SMA, dia menempuh pendidikan di jurusan Ilmu Hubungan Internasional Unpar. Dia pernah menjabat Ketua Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP UNPAR dan menjabat Ketua I Senat Mahasiswa Pengkaji Masalah-Masalah Internasional (KSMPMI).

Banyu menyelesaikan S-1nya pada 1990. Setelah lulus, sempat menjadi wartawan lepas Majalah Teknologi dan Strategi Militer (TSM). Dia baru bergabung sebagai tenaga dosen tetap pada bulan Juli 1991.

Pada tahun 1992, ia memperoleh beasiswa British Chevening Scholarship dari Pemerintah Inggris untuk meneruskan program pascasarjana dan memperoleh MA in International Relations and Strategic Studies dari Lancaster University-Inggris pada November 1994. Sepulangnya dari Inggris, ia menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional (Februari 1995-Februari 1998).

Tahun 1998, ia memperoleh beasiswa Australian Development Scholarship untuk mengambil program Doktoral di Flinders University, Adelaide-Australia. Pada bulan Juli 2002, Banyu berhasil menyelesaikan studi Doktoral dalam bidang Asian Studies dengan judul disertasi 'Between Secularisation and Islamisation: Indonesia's Foreign Policy Toward the Muslim World in the Soeharto Era.'

Setelah menggondol gelar doktor, dia kemudian mengabdi di Unpar. Berbagai jabatan dia genggam. Antara lain pada November 2003-Januari 2004, dia menjabat Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Setelah itu, dia dipercaya sebagai Pembantu Dekan I Fisip Unpar pada Februari-Juni 2004. Karirnya terus naik dan Agung menjabat Dekan Fisip Unpar Juli 2004-November 2006.

Banyu kemudian diangkat sebagai Wakil Rektor Unpar bidang Hubungan dan Kerjasama mulai Desember 2006. Seharusnya dia menjabat wakil rektor hingga November 2011. Namun, informasi yang beredar di kalangan akademisi Unpar, karena ada kasus miring yang menerpanya, Banyu kemudian mundur dari wakil rektor. Kini, meski sudah tidak memiliki jabatan struktural, Banyu tetap menjadi pengajar di Unpar.

Staf Humas Unpar Reno Margiantoro ketika ditemui detikcom di Ruang Humas Kampus Unpar, Bandung, Selasa (9/2/2010), membenarkan bahwa Banyu masih mengajar. "Sampai sekarang beliau masih aktif mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Hubungan Internasional," lanjut Reno.

Kini, Banyu mendapat kasus serius, plagiarisme. Bila kasus ini benar, ini merupakan tudingan serius bagi kalangan akademisi dan cendekiawan. Kamis, 4 Februari 2010 lalu, The Jakarta Post bahkan sudah mengeluarkan keterangan resmi untuk mencabut sejumlah artikel Banyu karena isu plagiarisme ini.

"Bila tidak ada kasus-kasus miring, termasuk isu plagiarisme ini, tentu Pak Banyu bisa menjadi Rektor pada 2011. Selama ini dia dikenal sebagai anak emas Unpar, karena memang pintar," ujar seorang alumnus Unpar kepada detikcom. (asy/nrl)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Obrolan