Breaking News
Loading...
Rabu, 17 Februari 2010

Dolar Melemah, Minyak Mantap di US$74/barel

Harga minyak di bursa New York sedikit naik sehingga tetap bercokol di level US$74/barel. Kenaikan terjadi saat dolar tengah melemah atas yen dan euro dan setelah muncul laporan membaiknya ekonomi Jepang.

Para investor pun berharap akan tanda-tanda membaiknya permintaan minyak mentah di tengah musim liburan Tahun Baru Imlek di beberapa negara Asia.

Dalam transaksi elektronik untuk perdagangan Asia, Selasa siang waktu Singapura, harga minyak light sweet untuk stok Maret naik 21 sen menjadi US$74,34 per barel saat. Kemarin, bursa minyak di New York tutup karena libur President's Day di Amerika Serikat.

Jumat pekan lalu, harga minyak di bursa New York berada pada posisi US$74,13/barel setelah turun US$1,15. Sementara itu, harga minyak Brent naik 35 sen menjadi US$72,86 di bursa London.

Dalam perdagangan valuta asing, kurs dolar atas yen melemah dari 90 yen menjadi 89,92 yen. Nilai tukar dolar atas euro pun merosot, yaitu dari US$1,3597 menjadi US$1,3639. Itulah yang turut membuat harga minyak mentah sedikit naik.

Volume perdagangan hari ini terbilang rendah di Asia karena pasar di China, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, dan Malaysia tutup untuk liburan Tahun Baru China (Imlek).

Minyak diperdagangkan antara US$69 per barel dan US$84 per barel selama beberapa bulan terakhir. Pasalnya, para investor berjuang untuk mengatasi rendahnya permintaan minyak global.

Namun, para investor turut antusias atas kabar dari Jepang bahwa perekonomiannya tumbuh 4,6 persen pada triwulan keempat 2009. Kabar itu cukup mengimbangi kekhawatiran investor atas kebijakan di China, yang meningkatkan syarat modal bagi perbankan untuk mengendalikan pertumbuhan ekonomi dan mencegah penggelembungan nilai aset.

"Muncul beberapa petunjuk tentang peningkatan di negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) sebagai satu keseluruhan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jepang," kata Barclays Capital dalam laporannya.
"Kecemasan terhadap melunaknya permintaan komoditas di China terhapus," lanjut laporan itu. (Associated Press)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Obrolan