Dumai ( Berita ) : Pembangunan dermaga CPO (crude palm oil) di bibir laut Dumai, Riau, mempermudah pencemaran lingkungan karena memberikan dampak negatif terhadap keberadaan komunitas mangrove maupun makrozoobentos (organisme di dasar perairan).
“Sepanjang bibir pantai Dumai banyak terdapat dermaga CPO dan pabrik CPO. Perairan tersebut merupakan daerah muara sungai yang merupakan daerah transisi antara lingkungan air tawar dan asin sehingga perairan laut Dumai rentan terhadap perubahan lingkungan,” kata pakar lingkungan hidup Universitas Riau, Tengku Ariful Amri di Dumai, Ahad [07/02].
Ariful Amri mengatakan, minyak sawit merupakan bahan baku oleokimia karena mengandung lemak alkohol, metil ester, dan asam lemak. Minyak CPO terdiri atas fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh (miristat satu persen, palmitat 45 peren, stearat empat persen) serta fraksi cair merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39 persen, linoleat 11 peren).
Dalam ulasannya, Amri mengungkapkan CPO Indonesia mempunyai kualitas yang minim karena hampir 90 persen kadar zat tidak mengandung karoten (C40H56 BM 536,85) yang larut dalam minyak dan mengakibatkan warna kuning atau jingga.
Sifat fisik CPO pada deffense 1985 seperti yang dikatakan Amri, memiliki warna khas, yakni orange/jingga yang disertai bau menyengat dan berbentuk pasta, serta kadar air yang mencapai 3,7589 x 10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada eter yang cukup dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau akan mengalami proses adaptasi dengan lingkungan estuarin.
“Hingga sekarang, porsi dan mutu tersebut masih serupa dan tidak banyak berbedaan,” tuturnya seraya menambahkan, keberadaan mangrove yang paling menonjol dan tidak dapat digantikan dengan ekosistem lain adalah kedudukannya sebagai mata rantai yang menghubungkan kehidupan ekosistem laut dan ekosistem daratan.
Untuk menghindari dampak limbah tersebut, terang Amri, sebaiknya unsur pemerintahan melakukan kontrol rutin. Karena berbagai hal yang tidak diinginkan berkemungkinan terjadi pada saat yang tidak dapat dipastikan.
“Jika limbah CPO sudah sampai ke perairan lepas, maka bukan tidak mungkin akan menghambat populasi di perairan yang dapat menyebabkan berbagai hal negatif,” ungkapnya.
Amri menjelaskan genangan minyak pada permukaan laut dapat menghambat cahaya matahari masuk ke dalam perairan laut tersebut hingga dapat mengurangi takaran oksigen pada dasar laut. Selain itu, limbah CPO juga dapat mempercepat abrasi karena terhambatnya bahkan musnahnya jenis pepohonan seperti bakau di bibir laut Dumai. ( ant )
“Sepanjang bibir pantai Dumai banyak terdapat dermaga CPO dan pabrik CPO. Perairan tersebut merupakan daerah muara sungai yang merupakan daerah transisi antara lingkungan air tawar dan asin sehingga perairan laut Dumai rentan terhadap perubahan lingkungan,” kata pakar lingkungan hidup Universitas Riau, Tengku Ariful Amri di Dumai, Ahad [07/02].
Ariful Amri mengatakan, minyak sawit merupakan bahan baku oleokimia karena mengandung lemak alkohol, metil ester, dan asam lemak. Minyak CPO terdiri atas fraksi padat yang merupakan asam lemak jenuh (miristat satu persen, palmitat 45 peren, stearat empat persen) serta fraksi cair merupakan asam lemak tidak jenuh (oleat 39 persen, linoleat 11 peren).
Dalam ulasannya, Amri mengungkapkan CPO Indonesia mempunyai kualitas yang minim karena hampir 90 persen kadar zat tidak mengandung karoten (C40H56 BM 536,85) yang larut dalam minyak dan mengakibatkan warna kuning atau jingga.
Sifat fisik CPO pada deffense 1985 seperti yang dikatakan Amri, memiliki warna khas, yakni orange/jingga yang disertai bau menyengat dan berbentuk pasta, serta kadar air yang mencapai 3,7589 x 10-3 mL/g CPO, indeks bias 1,4692, massa jenis 0,8948 g/mL dengan kelarutan pada eter yang cukup dalam aseton, sedikit larut dalam etanol dan tidak larut dalam air payau akan mengalami proses adaptasi dengan lingkungan estuarin.
“Hingga sekarang, porsi dan mutu tersebut masih serupa dan tidak banyak berbedaan,” tuturnya seraya menambahkan, keberadaan mangrove yang paling menonjol dan tidak dapat digantikan dengan ekosistem lain adalah kedudukannya sebagai mata rantai yang menghubungkan kehidupan ekosistem laut dan ekosistem daratan.
Untuk menghindari dampak limbah tersebut, terang Amri, sebaiknya unsur pemerintahan melakukan kontrol rutin. Karena berbagai hal yang tidak diinginkan berkemungkinan terjadi pada saat yang tidak dapat dipastikan.
“Jika limbah CPO sudah sampai ke perairan lepas, maka bukan tidak mungkin akan menghambat populasi di perairan yang dapat menyebabkan berbagai hal negatif,” ungkapnya.
Amri menjelaskan genangan minyak pada permukaan laut dapat menghambat cahaya matahari masuk ke dalam perairan laut tersebut hingga dapat mengurangi takaran oksigen pada dasar laut. Selain itu, limbah CPO juga dapat mempercepat abrasi karena terhambatnya bahkan musnahnya jenis pepohonan seperti bakau di bibir laut Dumai. ( ant )
0 komentar:
Posting Komentar