JAKARTA, KOMPAS.com — Keberadaan dan aktivitas para teroris di Aceh Besar, Aceh, diyakini memang bisa menjadi bagian dari persiapan skenario serangan besar baru jaringan teroris internasional dengan sasaran kawasan perairan Selat Malaka. Jaringan itu bisa saja Jamaah Islamiyah dan Al Qaeda.
Walaupun demikian, Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Ansya'ad Mbai menambahkan, para teroris yang ada di sana boleh jadi saat ini masih belum mengerti arah skenario besar tersebut karena mereka hanya berperan mempersiapkan infrastruktur dan sarana pendukung rencana itu.
Hal itu disampaikan Ansya’ad, Selasa (9/3/2010), saat ditemui Kompas di ruangannya. Menurutnya, para teroris memang selalu punya pemikiran dan cara kerja yang jauh lebih maju dari orang kebanyakan dan aparat keamanan. Mereka selalu memiliki cara yang mengejutkan dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk menyerang target-target potensial mereka. Target mereka selalu berkembang dan tidak pernah statis.
“Selama ini kan dunia internasional khawatir, kawasan Selat Malaka bakal dijadikan sasaran berikutnya. Di sepanjang perairan ini ada banyak kapal, termasuk kapal bertonase besar (very large vessel) pengangkut minyak yang lalu lalang di sana. Skenario serangan yang mungkin, mereka bekerja sama dengan para perompak untuk membajak kapal-kapal tanker itu,” ujar Ansya’ad.
Setelah dibajak, ada dua kemungkinan pola serangan yang bisa dilakukan. Pertama, dengan membajak dan membawa kapal tanker pengangkut minyak tadi untuk ditabrakkan dan diledakkan ke pelabuhan-pelabuhan internasional macam Singapura. Adapun skenario kedua, kapal tanker diledakkan dan ditenggelamkan di titik tersempit perairan Selat Malaka.
Seperti diketahui, Selat Malaka adalah kawasan perairan tersibuk dan terpenting di dunia, dengan sedikitnya 38 persen dari total perdagangan dunia diangkut dengan kapal laut melalui perairan itu. Sejumlah negara berpengaruh, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, menggantungkan pasokan energi mereka dari kawasan Timur Tengah, yang dibawa melewati kawasan Selat Malaka.
“Selain minyak, kapal-kapal pengangkut bahan kimia yang bisa dijadikan senjata pemusnah massal pun rawan mereka bajak. Sekali saja serangan berhasil, hal itu akan menciptakan kondisi kekacauan luar biasa di kawasan perairan itu yang bakal berdampak panjang. Bahkan, jalur itu bisa ditutup. Makanya, negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah memberi bantuan kapal patrol dan kapal cepat,” ujar Ansya’ad.
Walaupun demikian, Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Ansya'ad Mbai menambahkan, para teroris yang ada di sana boleh jadi saat ini masih belum mengerti arah skenario besar tersebut karena mereka hanya berperan mempersiapkan infrastruktur dan sarana pendukung rencana itu.
Hal itu disampaikan Ansya’ad, Selasa (9/3/2010), saat ditemui Kompas di ruangannya. Menurutnya, para teroris memang selalu punya pemikiran dan cara kerja yang jauh lebih maju dari orang kebanyakan dan aparat keamanan. Mereka selalu memiliki cara yang mengejutkan dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk menyerang target-target potensial mereka. Target mereka selalu berkembang dan tidak pernah statis.
“Selama ini kan dunia internasional khawatir, kawasan Selat Malaka bakal dijadikan sasaran berikutnya. Di sepanjang perairan ini ada banyak kapal, termasuk kapal bertonase besar (very large vessel) pengangkut minyak yang lalu lalang di sana. Skenario serangan yang mungkin, mereka bekerja sama dengan para perompak untuk membajak kapal-kapal tanker itu,” ujar Ansya’ad.
Setelah dibajak, ada dua kemungkinan pola serangan yang bisa dilakukan. Pertama, dengan membajak dan membawa kapal tanker pengangkut minyak tadi untuk ditabrakkan dan diledakkan ke pelabuhan-pelabuhan internasional macam Singapura. Adapun skenario kedua, kapal tanker diledakkan dan ditenggelamkan di titik tersempit perairan Selat Malaka.
Seperti diketahui, Selat Malaka adalah kawasan perairan tersibuk dan terpenting di dunia, dengan sedikitnya 38 persen dari total perdagangan dunia diangkut dengan kapal laut melalui perairan itu. Sejumlah negara berpengaruh, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, menggantungkan pasokan energi mereka dari kawasan Timur Tengah, yang dibawa melewati kawasan Selat Malaka.
“Selain minyak, kapal-kapal pengangkut bahan kimia yang bisa dijadikan senjata pemusnah massal pun rawan mereka bajak. Sekali saja serangan berhasil, hal itu akan menciptakan kondisi kekacauan luar biasa di kawasan perairan itu yang bakal berdampak panjang. Bahkan, jalur itu bisa ditutup. Makanya, negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah memberi bantuan kapal patrol dan kapal cepat,” ujar Ansya’ad.
0 komentar:
Posting Komentar