Breaking News
Loading...
Sabtu, 13 Maret 2010

100 Ton Ikan Keramba di Danau Maninjau Mati

PADANG--MI: Sekitar 100 ton ikan peliharaan petani jala apung (keramba) di Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar), kembali mati. Kerugian diperkirakan mencapai Rp2 miliar.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam Isfaemal yang dihubungi melalui telepon mengatakan, ikan-ikan itu mulai terlihat mengapung dan mati pada Kamis (11/3) sore dan terus bertambah banyak hingga malam.

"Tadi (Jumat, 12/3) pagi kita hitung dan perkirakan yang mati sudah mencapai 100 ton. Dengan harga ikan berkisar antara Rp13 ribu sampai Rp17 ribu per kilogram, kerugian mencapai hampir Rp2 miliar," katanya, Jumat.

Ikan yang mati, menurut Isfaemal, hanya ikan keramba yang berada dalam keramba. "Tersebar sejak dari Nagari Bayur, Maninjau, hingga ke arah Nagari Sungai Batang," katanya.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Agam meminta petani memisahkan ikan yang mati dengan yang masih hidup. Yang harus segera dikubur agar tidak menular. "Kami juga meminta petani agar tidak menyemai bibit baru di danau," katanya.

Menurut Isfaemal, jenis ikan yang mati antara lain mas dan nila. Peristiwa ikan mati massal bukan kejadian pertama di Danau Maninjau. Pada Januari 2009, ikan yang mati mencapai 13 ribu ton dengan kerugian lebih dari Rp130 miliar. Sebelumnya, kematian ikan dalam jumlah cukup banyak juga terjadi pada 1994.

Berdasar penelitian guru besar perikanan Universitas Bung Hatta Hafrijal Syandri, ikan mati massal terjadi karena fenomena umbalan atau naiknya air dasar ke permukaan. "Di laut fenomena ini disebut dengan upwelling. Umbalan terjadi bila muncul perbedaan suhu yang tajam antara air di permukaan dan di dasar danau," tuturnya.

Pada dasarnya, kadar karbondioksida dan amoniak di Maninjau termasuk tinggi. Sementara itu, kadar oksigennya rendah. Kondisi itu membuat air dasar danau benar-benar efektif sebagai senyawa toksin (racun). Ditambah lagi, dasar Danau Maninjau penuh sisa pakan ikan yang sudah terurai menjadi fosfor dan nitrogen.

Hafrijal menjelaskan, air beroksigen minim yang naik ke permukaan membuat ikan tidak bisa bernapas. "Itu sebabnya terjadi kematian massal ikan mas dan nila," ujar Rektor Universitas Bung Hatta itu.

Ia menyarankan agar keramba di Danau Maninjau diatur, agar tidak terlalu banyak dan mengganggu kestabilan ekologi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Obrolan