SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
Seorang teroris terkapar tewas tertembak dalam baku tembak dengan aparat kepolisian di Desa Leupung, Aceh Besar, Jumat (12/3/2010).
BANDA ACEH, KOMPAS.com - Belasan orang yang diduga terlibat terorisme masih bertahan di dalam hutan di Aceh dan terus diburu polisi. Kelompok yang mengenal medan pegunungan Aceh ini juga diduga telah lama menyiapkan gerakannya.Berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat dan mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Aceh Besar, Sabtu (13/3/2010), kelompok itu berada di Aceh sejak setahun terakhir.
"Kelompok ini sebenarnya sudah keluar masuk hutan sejak setahun lalu. Kemungkinan, ada orang lokal yang mengantar mereka masuk ke hutan," kata salah seorang mantan anggota GAM Aceh Besar yang tak mau disebut namanya.
Dari daftar pencarian orang versi polisi, salah seorang yang dicari tersebut dikenal sebagai mantan anggota GAM Aceh Besar. Namun, mantan Panglima Operasi GAM Wilayah Gajah Keng, Aceh Besar, Hamzah menolak keras hal itu. "Tak ada anggota GAM yang terlibat," kata Hamzah.
Dari sumber resmi di kepolisian, salah seorang yang menyebut dirinya sebagai amir atau pemimpin kelompok radikal bersenjata Tandzim Al Qoidah Indonesia Serambi Mekah juga termasuk yang masih bertahan. Pemimpin kelompok ini disebut pernah berlatih di Camp Hudaibiyah, Mindanao, Filipina selatan.
Nama lainnya diduga adalah buron lama yang terlibat dalam sejumlah aksi peledakan, seperti peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta, pada 17 Juli 2009. Beberapa lainnya juga disebut berasal dari Aceh.
Dalam selebaran yang disebar Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror kepada masyarakat Aceh di tempat-tempat umum, Sabtu kemarin, disebutkan, ada tujuh nama dalam daftar pencarian orang, yaitu Abu Yusuf, Ubaid, Ziad, Tono, Abu Rimba, dan Usman, sedangkan satu lagi belum disebutkan namanya.
Terkait dengan pergerakan tersangka teroris ini, aparat kepolisian terus melakukan penyisiran di hutan wilayah Aceh Besar dan Pidie. Polisi juga merazia kendaraan yang melintas, baik di jalur lintas timur Banda Aceh-Medan maupun di jalur lintas barat Banda Aceh-Meulaboh.
Dari razia tersebut, Kepolisian Sektor Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat, berhasil menangkap dua orang yang diduga terkait dengan kelompok bersenjata, yaitu Rani Ranu Muji Galegar bin Yusuf (28) dan Irwan bin Tatang (30), pada Jumat pukul 21.00. Keduanya berasal dari Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Sebelumnya, pada Jumat pagi Kepolisian Sektor Leupung, Aceh Besar, berhasil menangkap 10 tersangka teroris, dengan dua di antaranya tewas tertembak.
Sumber resmi di Kepolisian Resor Aceh Barat mengatakan, kedua tersangka itu tertangkap saat polisi memeriksa penumpang kendaraan umum yang melintas di kawasan tersebut. Keduanya menumpang kendaraan umum L-300 dari Banda Aceh menuju Meulaboh, Aceh Barat.
Saat diperiksa di Markas Kepolisian Resor Aceh Barat, keduanya memberikan pernyataan yang berbelit-belit. Irwan bin Tatang, menurut sumber tersebut, memiliki dua kartu tanda penduduk yang berbeda. Keduanya mengaku tidak mengenal satu sama lain.
Dalam perkembangan lain, seseorang yang diduga sebagai saksi kunci yang tahu mengenai jaringan terorisme di Aceh didatangkan ke Banda Aceh, Sabtu kemarin, dari Jakarta. Orang tersebut diduga adalah salah seorang tokoh yang terlibat dalam gerakan terorisme di Indonesia.
Ia didatangkan dari Jakarta dengan pengawalan ketat dari Densus 88 Antiteror. Identitasnya pun belum bisa dipastikan. Namun, baik Densus 88 Antiteror maupun Kepolisian Daerah Aceh menolak memberikan konfirmasi.
Ideal untuk latihan
Di Bekasi, Jawa Barat, kemarin, Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Muhammad Nazar ketika memberikan ceramah dalam perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW 1431 Hijriah di Pesantren MUDI Mekar Al Aziziyyah, Jatimekar, Jatiasih, Kota Bekasi, mengatakan, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara geografis ideal sebagai tempat pelatihan ala militer. Akan tetapi, kata Nazar, masyarakat dan budaya lokal Aceh yang berbasis Islam tidak memiliki latar kesejarahan berperilaku seperti teroris yang menghalalkan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.
"Di Aceh tidak ada ulama yang menghalalkan bom bunuh diri. Tidak ada pondok pesantren di Aceh yang mendidik calon teroris. Jihad baru dilakukan kalau kita yang diserang terlebih dahulu, bukan karena kita yang menyerang," ujarnya.
Nazar berharap, Aceh tidak dikaitkan dengan kelompok teroris yang hanya memanfaatkan wilayah di Aceh. "Termasuk dengan pemakaian istilah teroris Aceh. (Istilah) itu tidak tepat," kata Nazar.
Kepala Kepolisian Negara RI (Polri) Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengatakan, teroris merupakan musuh bersama. Oleh karena itu, upaya memerangi teroris tidak hanya perlu dilakukan oleh aparat TNI dan Polri, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat.
"Selama ini, Polri telah menangkap 452 teroris. Namun, teroris tetap melakukan rangkaian kejahatan. Ini menjadi musuh bersama kita," kata Bambang Hendarso Danuri seusai Latihan Gabungan TNI-Polri terkait penanganan terorisme di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu. Hadir dalam acara tersebut Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso.
Latihan Gabungan TNI-Polri terkait penanganan terorisme tidak hanya dilakukan di Hotel Borobudur, tetapi juga di beberapa tempat, seperti kapal tanker, kapal minyak lepas pantai, Gedung Bursa Efek Indonesia, dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Latihan gabungan ini melibatkan sekitar 4.000 anggota TNI dan Polri.
Pascapenggerebekan kawanan teroris di Pamulang, Banten, sejak pekan lalu otoritas Bandara Soekarno-Hatta merazia kendaraan dan penumpangnya di pintu masuk-keluar bandara.
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Tornagogo Sihombing menyampaikan, setelah ditembaknya Dulmatin dan kawan-kawan, jajaran Polres Bandara Soekarno-Hatta lebih mengintensifkan pemeriksaan kendaraan dan penumpangnya.
Polisi memperketat arus keluar-masuk mobil dan penumpangnya di Pintu M-1 yang berada di bagian belakang Bandara Soekarno-Hatta. Di tempat ini, mobil yang tidak memiliki stiker khusus diperiksa secara teliti.
0 komentar:
Posting Komentar