Breaking News
Loading...
Rabu, 10 Maret 2010

Dulmatin yang Langganan 'Mati'

EMPO Interaktif, Jakarta - "Mati" sepertinya menjadi langganan Dulmatin dan Umar Patek. Kemarin, dalam sergapan Detasemen Khusus 88 di Pamulang, Tangerang Selatan, dua buron Bom Bali I itu disebut tewas terhajar peluru. Itu merupakan "kematiannya" yang keempat. Sebelumnya, selama pelariannya di Filipina Selatan, mereka berdua sudah tiga kali dikabarkan tewas dalam tiga serangan berbeda.

Sampai berita ini diturunkan, identitas tersangka teroris yang tewas di Pamulang, pinggiran Jakarta, itu masih simpang-siur. Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, hanya menyebutkan salah satu yang tewas berinisial YI.

Siapa YI itu? Menurut sumber Tempo di kepolisian, YI adalah Yahya Ibrahim, nama samaran Dulmatin. Tapi ada yang menyebutkan bahwa Yahya Ibrahim bukanlah Dulmatin. Ia nama samaran rekan Dulmatin selama bertahun-tahun bersembunyi di Filipina, yakni Umar Patek.

Dulmatin adalah nama besar di dunia teroris Indonesia. Amerika Serikat bahkan menghargai kepalanya US$ 10 juta (sekitar Rp 92,7 miliar). Itu terbilang besar bila dibanding "harga" untuk Usamah bin Ladin, yang mencapai US$ 25 juta.
Harga kepala Dulmatin juga sepuluh kali lipat Umar Patek, yang dihargai US$ 1 juta (Rp 9,27 miliar). Dulmatin disebut-sebut jago membuat pemicu bom. Konon, dialah yang merancang sistem elektronik detonasi Bom Bali I. Sedangkan Umar Patek, bersama Dr Azhari dan Abdul Ghoni, merakit bom dengan resep gabungan bahan bom berdaya ledak tinggi dan rendah. Kolaborasi mereka menewaskan 202 orang di Bali.

Sejak bom itu meledak, Dulmatin dan Umar Patek bersembunyi dan menyatu dengan kelompok separatis di Filipina selatan, Abu Sayyaf, dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Di negeri jiran itu dua orang tersebut seperti tak terpisahkan, dan keduanya pernah dikabarkan beberapa kali tewas. Kenyatannya, dia selalu lolos dari serangan.

Berbeda dengan Dulmatin yang selalu lolos, istrinya tertangkap pemerintah Filipina saat masuk ke negara itu dengan perahu kecil. Ia didakwa masuk Filipina secara ilegal.

Kepintaran Dulmatin yang memusingkan Indonesia dan Filipina itu sebenarnya sudah tampak sejak ia belia. Semasa SMP, Dulmatin alias Joko Pitono tinggal di rumah Haji Sofi, kakeknya, di sebuah perkampungan Arab di Pemalang. Sejak SD, ia selalu di ranking satu.

Setamat SMU, pada 1992, Dulmatin merantau ke Malaysia. Kala itu ia gagal masuk Teknik Kimia ITB atau UGM. Tiga tahun berikutnya, ia pulang dan bekerja sebagai makelar mobil sambil bertani. Ia juga mengganti namanya dari Joko Pitono menjadi Amar Usman. Sejak kembali dari Malaysia, Amar Usman menerapkan Islam dengan tafsir yang ketat. Dia melarang anggota keluarganya menonton televisi kecuali tayangan berita.

Dulmatin adalah salah satu nama alias Joko Pitono alias Amar Usman. Alias lainnya adalah Joko Supriyanto dan Noval. Dulmatin memiliki ciri fisik tinggi badan 174 sentimeter, relatif tinggi untuk ukuran orang Indonesia. Tinggi badan ini berkebalikan dengan rekan duetnya di pelarian, Umar Patek, yang hanya sekitar 160 sentimeter. Ukuran badan Umar Patek inilah yang membuatnya punya nama alias lain, yaitu Umar Kecil. Alias lainnya adalah Abu Syeh dan Zaki.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Obrolan