Puluhan aktivis HMI Ambon melakukan aksi solidaritas atas penyerangan sekretariat HMI cabang Makassar oleh oknum polisi pada Rabu (3/3/2010) malam. Mereka mendatangi Markas Polda Maluku untuk menyatakan protes keras atas peristiwa itu.
Sambil membawa berbagai spanduk dan poster bernada pengecaman, HMI Ambon juga menggelar aksi teatrikal dan orasi pengecaman. "Tindakan refresif Polisi adalah tindakan pelanggaran HAM. Polisi tak beda dengan Preman," teriak salah satu orator di depan Mapolda Maluku, Jl Rijali, Ambin, Jumat (5/3/2010).
"Polisi harus bertanggung jawab dan mengganti semua kerusakan di wisma HMI. Kami juga meminta tindakan pemecatan terhadap oknum polisi yang telah menyerang markas HMI," ujar Arista Djunaidi, Koordinator aksi demo.
Ketua HMI cabang Ambon, Hamis Wasahua, meminta pihak Mabes Polri turun tangan. Hamis juga berharap. Pengurus Besar HMI segera melakukan langkah-langkah tegas terkait insiden tersebut.
"Lakuka investigasi, jangan sampai ada proses hukum yang dikebiri," pinta Wasahua.
Ketua Umum Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Maluku, Abdul Hamid Talaohu, juga menyesalkan penyerangan markas HMI Cabang Makassar. Apalagi pelaku penyerangan itu justru dari kalangan aparat kepolisian. Menurutnya, tidakan tersebut sama saja menginjak-injak simbol perjuangan mahasiswa. Apalagi sikap represif itu terjadi di era reformasi.
"Sejak dulu hingga kini tak ada penyerangan ke Markas HMI. Karena para pendiri dan pejuang tahu bahwa kontribusi HMI dalam mempertahankan bumi Republik Indonesia dari aksi komunis tak dapat disampaikan dengan kata-kata. Peristiwa kali ini benar-benar memprihatinkan. Simbol-simbol perjuangan kita justru dirusak oleh pihak aparat," tegasnya.
Talaohu mendesak Mabes Polri segera turun tangan. "Proses hukum terhadap seluruh anggota polisi yang terlibat, termasuk siapa komandannya. Pasti ada yang menggerakan. Polisi itu berbuat atas perintah atasan. Sistem komando namanya," tukasnya.
Sambil membawa berbagai spanduk dan poster bernada pengecaman, HMI Ambon juga menggelar aksi teatrikal dan orasi pengecaman. "Tindakan refresif Polisi adalah tindakan pelanggaran HAM. Polisi tak beda dengan Preman," teriak salah satu orator di depan Mapolda Maluku, Jl Rijali, Ambin, Jumat (5/3/2010).
"Polisi harus bertanggung jawab dan mengganti semua kerusakan di wisma HMI. Kami juga meminta tindakan pemecatan terhadap oknum polisi yang telah menyerang markas HMI," ujar Arista Djunaidi, Koordinator aksi demo.
Ketua HMI cabang Ambon, Hamis Wasahua, meminta pihak Mabes Polri turun tangan. Hamis juga berharap. Pengurus Besar HMI segera melakukan langkah-langkah tegas terkait insiden tersebut.
"Lakuka investigasi, jangan sampai ada proses hukum yang dikebiri," pinta Wasahua.
Ketua Umum Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Maluku, Abdul Hamid Talaohu, juga menyesalkan penyerangan markas HMI Cabang Makassar. Apalagi pelaku penyerangan itu justru dari kalangan aparat kepolisian. Menurutnya, tidakan tersebut sama saja menginjak-injak simbol perjuangan mahasiswa. Apalagi sikap represif itu terjadi di era reformasi.
"Sejak dulu hingga kini tak ada penyerangan ke Markas HMI. Karena para pendiri dan pejuang tahu bahwa kontribusi HMI dalam mempertahankan bumi Republik Indonesia dari aksi komunis tak dapat disampaikan dengan kata-kata. Peristiwa kali ini benar-benar memprihatinkan. Simbol-simbol perjuangan kita justru dirusak oleh pihak aparat," tegasnya.
Talaohu mendesak Mabes Polri segera turun tangan. "Proses hukum terhadap seluruh anggota polisi yang terlibat, termasuk siapa komandannya. Pasti ada yang menggerakan. Polisi itu berbuat atas perintah atasan. Sistem komando namanya," tukasnya.
0 komentar:
Posting Komentar