JAKARTA, KOMPAS.com — Terminal Peti Kemas atau TPK Koja, Tanjung Priok, secara resmi berhenti beroperasi selama dua hari, yakni mulai pukul 21.00 tanggal 30 April 2010 hingga 2 Mei 2010. Gerbang layanan baru akan dibuka kembali pukul 00.01 hari Senin, 3 Mei 2010.
Demikian pengumuman resmi yang ditampilkan dalam situs resmi TPK Koja di internet pada Sabtu (1/5/2010). Alasan penutupan gerbang layanan TPK Koja adalah isu buruh. Pengumuman tersebut juga meminta para pengguna jasa bongkar muat kontainer TPK Koja mengalihkan angkutannya ke tempat lain sebelum gerbang layanan benar-benar ditutup.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja TPK Koja Tedy Herdian menyebutkan, ada sekitar 5-6 kapal yang tidak akan terlayani bongkar muat kontainernya akibat penghentian operasi tersebut. Namun, situasi ini terpaksa terjadi karena pekerja menghendaki perbaikan kesejahteraan dan peningkatan layanan bongkar muat di TPK Koja.
Penghentian operasi ini dilakukan karena pekerja meminta manajemen memenuhi tiga tuntutannya. Pertama, meminta perubahan status usaha dari kerja sama operasi (KSO) menjadi perseroan terbatas. Kedua, meminta manajemen menginvestasikan dananya untuk perbaikan alat kerja. Ketiga, meminta kesejahteraan pekerja diperbaiki.
"Koja itu sudah bisa mengembalikan modalnya (break even point/BEP) sejak tahun 2006. Dengan modal awal 225 juta dollar AS tahun 1997, semuanyanya sudah kembali pada 2006 karena modalnya menjadi 260 juta dollar AS. Selain itu, Koja juga sudah mencatatkan laba sebesar 70 persen dari pendapatan jasanya. Jadi, secara keuangan, ada kemampuan perusahaan untuk investasi peralatan yang jauh lebih baik," ungkap Tedy.
Pekerja teknis TPK Koja, yang juga pengurus SP TPK Koja, Singkir Suprapto, mengatakan, ada tiga hal pokok yang menjadi prioritas Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia (APPI) tahun 2010 ini, yaitu solidaritas dukungan atas pembubaran KSO di TPK Koja, kejelasan status tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan, serta penghapusan indikasi adanya perbudakan terhadap TKBM.
Tuntutan ini sudah disampaikan APPI dalam perayaan hari buruh beberapa hari lalu. Pimpinan APPI secara bergantian menampilkan orasi dari para pengurus organisasi yang beranggotakan lima serikat pekerja (SP), yakni SP ICT, Koja, KPI, TKBMI, dan SPMI.
"Kami hanya ingin memperoleh kesejahteraan yang layak. Hanya itu," ungkap Singkir.
Kami hanya ingin memperoleh kesejahteraan yang layak. Hanya itu.
-- Singkir
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja TPK Koja Tedy Herdian menyebutkan, ada sekitar 5-6 kapal yang tidak akan terlayani bongkar muat kontainernya akibat penghentian operasi tersebut. Namun, situasi ini terpaksa terjadi karena pekerja menghendaki perbaikan kesejahteraan dan peningkatan layanan bongkar muat di TPK Koja.
Penghentian operasi ini dilakukan karena pekerja meminta manajemen memenuhi tiga tuntutannya. Pertama, meminta perubahan status usaha dari kerja sama operasi (KSO) menjadi perseroan terbatas. Kedua, meminta manajemen menginvestasikan dananya untuk perbaikan alat kerja. Ketiga, meminta kesejahteraan pekerja diperbaiki.
"Koja itu sudah bisa mengembalikan modalnya (break even point/BEP) sejak tahun 2006. Dengan modal awal 225 juta dollar AS tahun 1997, semuanyanya sudah kembali pada 2006 karena modalnya menjadi 260 juta dollar AS. Selain itu, Koja juga sudah mencatatkan laba sebesar 70 persen dari pendapatan jasanya. Jadi, secara keuangan, ada kemampuan perusahaan untuk investasi peralatan yang jauh lebih baik," ungkap Tedy.
Pekerja teknis TPK Koja, yang juga pengurus SP TPK Koja, Singkir Suprapto, mengatakan, ada tiga hal pokok yang menjadi prioritas Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia (APPI) tahun 2010 ini, yaitu solidaritas dukungan atas pembubaran KSO di TPK Koja, kejelasan status tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan, serta penghapusan indikasi adanya perbudakan terhadap TKBM.
Tuntutan ini sudah disampaikan APPI dalam perayaan hari buruh beberapa hari lalu. Pimpinan APPI secara bergantian menampilkan orasi dari para pengurus organisasi yang beranggotakan lima serikat pekerja (SP), yakni SP ICT, Koja, KPI, TKBMI, dan SPMI.
"Kami hanya ingin memperoleh kesejahteraan yang layak. Hanya itu," ungkap Singkir.
0 komentar:
Posting Komentar