“Haiiii...“Sebuah sapaan akrab yang selalu kedengar, sepintas sapaan tersebut terlintas dalam pikiranku saat mengenang masa – masa kelas sepuluh bersama teman – teman saat bertemu setiap harinya.Kini semua telah berubah. Entah karena diriku yang memang berubah atau mereka yang berubah. “Hai, Ani. Wah anak IPA sombong nih sekarang,“ sapa temanku Andri.Sedih hatiku mendengar ucapan tersebut dan memikirkan apa keselahanku sehingga dia berkata seperti itu kepadaku.“Hai juga. Sombong? Sombong gimana? Kamu kali yang sombong,” jawabku.Setiap hari kudengar ucapan tersebut keluar dari mulut teman – teman terdekatku bahkan teman yang lainnya yang menganggap bawa anak IPA selalu sombong. “Apa sih bagusnya IPA? Apa yang bisa di sombongin sama anak IPA?,” pikirku setiap hari saat melihat dan mendengar temanku menjauh dan mengucapkan kata – kata “SOMBONG”.Lama kelamaan aku pun merasa tidak tahan dengan ucapan tersebut, ucapan yang terdengar memojokkan diriku.Akhirnya tidak lama kemudian aku SMS dua orang di antara mereka yang ku pikir mereka pasti tahu penyebabnya.“Hai. Apa kabar nih? Oh ya, aku mau tanya sesuatu. Apa aku punya salah sama kamu?,” SMSku kepada keduanya.“Ga kok,” jawab Dita.“Yakin?,” tanyaku kembali.“Yakin,” jawab Dita.Jawaban Dita yang begitu singkat menambah pikiranku yang sedang kacau. Namun jika aku tidak bersalah mengapa aku dijauhi?.Beberapa saat kemudian Vino membalas SMSku, “Ga kok, Ni. Memang kenapa?”.“Ga kenapa – kenapa. Aku hanya merasa ada yang aneh aja sama sikap kamu dan teman – teman ke aku. Kenapa kalian menjauhi aku?,” jawabku. “Ah masa sih? Kata siapa? Biasa aja kok,” jawab Vino.Aneh, sungguh jawaban mereka semua tak masuk akal. Jawaban mereka membuatku semakin bingung. Setelah beberapa lama SMSan dengan Vino, akhirnya dia mengungkapkan alasan mengapa dia dan teman – teman menjauhiku.“Sebelumnya aku minta maaf ya, Ni. Kita ngerasa sekarang kamu berbeda dengan yang dulu. Sejak kamu masuk IPA, kamu ga pernah turun ke kelas kita untuk menemui kita, ngumpul sama kita, juga makan dengan sama kita. Aku jujur aja ya sama kamu. Maaf kalau kata – kata aku udah buat kamu sakit hati,” kata Vino saat SMS.Oh, ternyata aku yang salah? Tapi apa karena aku jarang menemui mereka, ngumpul sama mereka aku harus di jauhi? Apakah itu yang dinamakan sahabat?.Sungguh hatiku perih mendengar pernyataan tersebut. Tetapi di lain hal, pernyataan tersebut membuat aku merasa tenang.Lalu aku membalas SMS tersebut, “Oh begitu. Maaf ya. Bukan aku tidak mau berkumpul lagi sama kalian, tapi sekarang sama dulu itu beda. Apalagi sekarang aku IPA. Ya aku hanya bisa berharap kamu bisa mengerti keadaan ini.Aku juga harus adaptasi dengan kelas yang baru.”“Iya, aku ngerti kok. Tapi tolong kamu luangkan waktu saat istirahat untuk menemui kita. Kita ngumpul lagi seperti dulu,” kata Vino.“Aku juga tidak mau seperti itu. Tapi apa daya aku . Kadang kelas aku tidak istirahat. Gimana mau ketemu sama kalian?,” jawabku.Meskipun sedikit lebih tenang dari sebelumnya, tetap saja aku masih bingung. Apa harus aku yang selalu menemui dia? Kenapa tidak dia yang menemuiki sekali – kali di kelas?Sempat ku berpikir mereka semua egois. Mereka hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri, mereka tidak memikirkan apa yang kurasakan saat ini.“Anak IPA sombong. Gengsi anak IPA tinggi. Anak IPA malu bermain dengan anak IPS”. Apa ungkapan itu betul?. Seandainya aku malu bermain dengan anak IPS, pasti aku pun akan menjauhi saudaraku yang duduk di kelas IPS bersama temanku. Buktinya aku suka ngobrol dengan anak IPS saat pagi sebelum pintu kelas dibuka dan mereka datang.Hari – hari pun berlalu dengan cepat. Sejak Vino, mengungkapkan alas an mengapa menjauhiku, aku pun berusaha untuk introspeksi diri dan mengubah sikapku yang menurut mereka aku sombong.“Hai, teman – teman sedang apa? Aku makan dengan kalian disini ya,” sapaku kepada teman – temanku.“Oh, iya. Boleh kok. Duduk aja,” kata Vino membalas sapaanku.“Baik. Makasih,” jawabku.Ada sedikit perilaku aneh yang tak biasa ditunjukkan oleh Dita. Mengapa saat aku datang ia pergi? Apa salah aku makan bersama mereka lagi?Selesai makan aku kembali ke kelas dan SMS ke Vino, “Hai, Vin. Kok tadi Dita pergi saat aku datang? Sepertinya percuma aku ngumpul lagi dengan kalian. Aku seperti sudah tidak dianggap.”“Ga kok, Ni. Kamu masih teman kita. Mungkin kita semua butuh waktu. Kita kan sudah lama tidak kumpul bersama lagi,” jawab Vino.Beberapa hari kemudian suasana semakin membaik meskipun aku masih sedikit asing dengan suasana seperti itu. Namun ku mencoba untuk membiasakan diri kembali dengan teman-temanku.Sejak saat itu aku berusaha untuk selalu mendekatkan diri dengan mereka. Berkumpul dan saling berbagi dengan mereka, meskipun suasananya tidak seperti dulu saat kita kelas sepuluh. Setelah itu aku baru menyadari betapa pentingnya seorang sahabat dalam hidup. Kita dapat saling mengasihi dan berbagi dengan mereka baik dalam suka dan duka. Tanpa mereka apa artinya hidupku ini. Terima kasih teman.
Minggu, 09 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar