Breaking News
Loading...
Selasa, 13 April 2010

Susno Diperiksa Paksa Lima Jam

JAKARTA -- Bersamaan dengan keberangkatan Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi ke Australia menjemput Syahril Djohan, Komjen Pol Susno Duadji diperiksa paksa oleh Propam Mabes Polri.

Susno dianggap melanggar PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian RI, Pasal 6b dan c. Isinya, meninggalkan wilayah tanpa izin pimpinan dan menghindar dari tanggung jawab dinas.

Susno baru sampai di kediamannnya di Puri Cinere Depok pukul 23. 15 WIB malam tadi. Dia keluar dari ruang pemeriksaan di Pusat Provos Mabes Polri pukul 22.35. Saat keluar, Susno mengumbar senyum.

"Saya sehat, sehat," ujarnya berulang-ulang sambil memasuki mobil Honda Accord B 1988 UAA. Dia pulang dikawal mobil Provos dan para pengacaranya. Di rumahnya, Susno sempat menemui wartawan dan mengumbar senyum. "Saya baik-baik saja kok," katanya.

Susno diperiksa paksa karena berencana meninggalkan Indonesia untuk berobat ke Singapura. "Keluar negeri itu harus ada izin. Tanpa izin, ya tidak bisa," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang di Mabes Polri malam tadi.

Pemeriksaan itu juga dilakukan karena Susno dianggap melanggar kode etik dan peraturan kapolri. "Kalau dihitung-hitung itu ada sekitar 10 kesalahan," katanya. Di antaranya, Susno hadir dalam sidang Antasari Azhar tanpa izin, mangkir dari dinas rutin selama 85 hari. Susno juga dianggap bersalah karena menggelar jumpa pers tanpa izin.

"Detailnya ada di Propam," katanya. Untuk mempercepat keputusan kesalahan Susno Duadji, Propam akan menggelar sidang kode etik sesegera mungkin. "Hukumannya ya paling berat ada pemecatan, ada kurungan dan ada teguran," kata jenderal satu angkatan dengan Susno Duadji di Akpol 1977 itu.

Penangkapan Susno kemarin sore dilakukan setelah ada otorisasi langsung dari Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Tim Propam yang memang mempunyai unit khusus yang selalu mengawasi Susno, langsung bergerak begitu izin itu turun.

Adegan Susno dibawa oleh Propam itu terekam oleh wartawan salah satu televisi swasta yang hendak pergi ke Singapura dengan pesawat yang sama, yakni Singapore Airlines.

Empat anggota Propam Mabes Polri menangkap Susno di depan pintu toilet gerbang keberangkatan Terminal II D gerbang D1. Bahkan, Susno terlibat saling dorong dengan petugas yang akan menangkapnya.

Susno tiba di terminal II D Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 16.15 WIB setelah sempat bertemu dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang baru berakhir pukul 14.30. Dia datang dengan ditemani salah seorang menantu dan putranya.

Kombes Budi Wasesa, salah satu penyidik Propam yang ikut membawa Susno dari bandara membantah menangkap seniornya itu. "Pak Susno memang sempat menolak, tapi beliau akhirnya mau kooperatif," katanya.

Susno, kata Budi, bahkan menaiki mobil pribadinya dan dikawal Propam hingga Mabes Polri. "Tidak ada penangkapan. Ini pemeriksaan saja," kata Budi.

Sumber Fajar di lingkungan tim independen menyebut keterangan Susno di depan Propam sangat urgen karena rencananya hari ini Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi akan membawa Syahril Djohan pulang ke Indonesia dari Australia.

"Bagaimana mungkin kita memeriksa SJ kalau tak ada keterangan dari Susno. Kita bisa digugat pra peradilan," kata sumber itu.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung lima jam, kata dia, Susno kooperatif. "Dia juga cerita tentang SJ pada kami. Ini menjadi bahan data bagi tim independen," kata perwira menengah itu.

Polisi memang sudah menerima permintaan agar SJ yang disebut-sebut makelar kasus nomor wahid itu dihadirkan. Namun, mereka terhalang prosedur karena status SJ orang bebas dan tidak ada laporan tentang keterlibatannya. "Satu-satunya yang bisa memberi keterangan awal tentang SJ ini, ya Pak Susno," katanya.

Kuasa hukum Susno yang kemarin datang berbondong-bondong mendampingi kliennya, tak bisa mendampingi selama pemeriksaan. "Kami sama sekali belum tahu materinya apa, karena tak boleh masuk," kata Henry Yosodiningrat yang sempat berdebat dengan Kombes Pol Pudi Rahardi dari Pusat Provos yang berjaga di depan pintu ruang pemeriksaan.

Sepupu Susno Duadji, Husni Maderi berulangkali berteriak dan memprotes pemeriksaan itu. "Kalau ada apa-apa dari saudara saya, kapolri harus tanggung jawab. Kapolri melanggar HAM," kata Husni emosional.

Rombongan dokter Medical Emergency Unit (Mer-C) yang sehari-hari mengawal kesehatan Susno juga ditolak masuk oleh penyidik. Tiga dokter itu diminta pulang. "Kami tidak boleh memeriksa karena menurut polisi sudah ada dokter Polri," kata dr Joserizal Jurnalis, pimpinan Mer-C.

Henry yang didampingi Muhammad Assegaf dan Ari Yusuf Amir, sempat melobi Kadiv Propam Irjen Pol Budi Gunawan untuk bertemu Susno dan mendampingi selama pemeriksaan. Namun, ditolak dengan alasan kepentingan internal polisi. Mereka akhirnya hanya menitip surat. "Prosedur ini akan kami pertanyakan. Kami akan ke DPR dan Kompolnas," kata Henry.

Rencananya, hari ini kuasa hukum Susno Duadji akan memberi keterangan lengkap tentang penangkapan kliennya. "Kalau untuk alasan pemeriksaan, kenapa harus ada skenario dibawa paksa," kata Assegaf.

DPR Kecam Penangkapan Susno

Anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan menilai, penangkapan Susno bisa menjadi bumerang bagi Polri. Posisi Susno saat ini tak ubahnya pemberantas mafia hukum oleh publik. Penetapan tersangka terhadap Susno saja sudah merupakan keraguan besar.

"Arus suara publik itu sekarang ke Pak Susno. Kalau ditahan, (Susno) malah lebih hero (pahlawan, red)," kata Trimedya di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.

Menurut Trimedya, langkah Polri tidak tepat dengan langsung menangkap Susno. Sebaiknya, lanjut dia, Polri terlebih dahulu melakukan konsolidasi internal. Ini karena demoralisasi yang terjadi di tubuh Polri sudah jelas terjadi. Sebagai seorang jenderal, pengabdian Susno tentu memiliki andil besar.

"Pak Kapolri seharusnya mempertimbangkannya. Pengabdian dia (Susno) kan 30 tahun. Tentu ada pendapat Pak Susno yang benar," jelas ketua Komisi III periode 2004-2009 itu.

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Syaifuddin meminta Mabes Polri segera mengklarifikasi dasar hukum dan alasan penangkapan Susno. Menurut Lukman, keterlambatan penjelasan resmi kepada publik hanya akan menimbulkan kecurigaan publik. "Ini justru semakin memperburuk citra Polri," kata ketua DPP PPP itu.

Dia menegaskan, setiap orang yang berniat membongkar praktik-praktik manipulatif dan koruptif seharusnya dilindungi. "Bukannya malah dibungkam," tegas Lukman.

Pernyataan tak kalah keras datang dari Komisioner Komnas HAM Dr Saharuddin Daming. Perlakuan terhadap Susno itu dianggap tindakan sewenang-wenang. Selain melanggar HAM, Polri melecehkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan DPR. "Sebab, kedua lembaga itu telah memberikan jaminan hukum dan politik kepada Susno," katanya.

Perlakuan terhadap Susno tersebut, lanjut komisioner asal Sulsel ini, merupakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa reformasi di tubuh institusi Polri belum berjalan. "(Reformasi) itu baru sebatas isapan jempol," kata Saharuddin. Dia mengibaratkan Polri lebih memberangus tukang sapu daripada para bandit dan garong yang justru menggerogoti jati diri Polri.

Saharuddin mengkhawatirkan adanya kekuatan people power yang bergolak. "Kalau itu terjadi, berarti pimpinan Polri yang menanggung akibatnya," katanya mengingatkan.

Minta Perlindungan Satgas

Beberapa jam sebelum ditangkap, mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji memenuhi panggilan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di kompleks gedung Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden), Jakarta, Senin 12 April. Selain menyampaikan sejumlah modus kasus mafia pajak, perwira polisi bintang tiga itu meminta perlindungan karena merasa hidupnya terancam.

Susno memenuhi panggilan satgas sekitar pukul 12.00 WIB. Tidak seperti saat pemeriksaan pertama, kali ini Susno tidak bersedia bertemu wartawan. Dia memilih lewat pintu belakang gedung bekas kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Setelah dua jam lebih, pemeriksaan Susno rampung. Tetapi, Susno keluar dengan menyelinap. "Pak Susno tidak mau bertemu. Kami hormati itu. Alasannya apa, silakan tanya Pak Susno sendiri," kata Mas Achmad Santosa, anggota satgas.

Sekretaris Satgas Denny Indrayana mengatakan, dalam pertemuan itu, Susno meminta perlindungan. Perwira kelahiran Pagar Alam, Sumatera Selatan, tersebut menyampaikan sejumlah ancaman terhadap dirinya dan keluarganya. Satgas, kata Denny, menyanggupi. "Justru akan lebih aneh kalau tidak ada ancaman untuk informan seperti Pak Susno," kata Denny.

Dari mana saja ancaman tersebut? Denny tidak mau membeberkan. Dia hanya menjawab singkat. "Soal ancaman dari mana, biarkan itu menjadi bagian dari sistem yang berjalan," tuturnya.
Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan, Susno mengatakan bahwa dirinya diancam melalui telepon dan pesan singkat (SMS). Bahkan, telepon dan ponsel miliknya disadap.

Isi ancamannya beragam. Mulai akan dipidanakan hingga upaya dihabisi. "Pak, hati-hati, nyawa taruhannya. Mobil Bapak juga selalu kami ikuti," kata Susno menirukan isi ancaman yang ditujukan kepadanya saat di Palembang beberapa pekan lalu.

Mantan wakil ketua PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) itu mendapat informasi bahwa Polri sudah membentuk tim untuk mengusut kesalahan dirinya selama berdinas. Tim itu sudah berkali-kali mengadakan rapat. "Saya tidak tahu apakah akan dibuat kesaksian palsu atau apa lah. Yang jelas, agar saya tidak bersuara," jelasnya.

Satgas, ungkap Denny, akan berupaya memberikan perlindungan kepada Susno. Termasuk, lewat LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). "Perlindungan kepada Pak Susno, sebagaimana perlindungan kepada pemberi informasi, tetap dilakukan satgas," ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
Obrolan