MASJID Ganting yang terletak di bagian selatan Kota Padang merupakan masjid tertua di Kota Padang. Masjid yang mulai dibangun pada 1805 dan selesai hingga bentuk seperti sekarang pada 1910 ini, juga termasuk salah satu masjid tua di Indonesia dan menjadi pusat syiar Islam di Padang dan kota-kota pesisir barat Sumatera.
Desain Spanyol dan Timur Tengah mendominasi bagian depan bangunan. Tembok yang tebal tanpa atap di bagian depannya sekilas mengingatkan kita kepada benteng Spanyol. Ditambah gerbang-gerbang tanpa daun pintu mengesankan gerbang benteng. Hanya atap mirip pagoda yang muncul di bagian tengah, ditambah dua menara kiri kanan, memunculkan ciri khas arsitektur Cina dan surau tradisional di Ranah Minang.
Di tengah tembok depan terdapat dua pasang pilar yang sepintas mengapit pintu utama. Padahal ini bukan pintu masuk. Pintu masuk terdapat di kiri-kanan pilar. Bangunan berpilar dua kembar ini menjadi penghias. Apalagi ditambah dengan gaya atap yang dihiasi lima bulatan mirip granat tangan.
Dinding masjid bercat biru muda dengan akses garis-garis biru ini terlihat masih kokoh, meski sudah berusia lebih 200 tahun. Padahal bangunan utama masjid ini hanya dibuat dari bata merah dan batu kapur.
Di balik pintu-pintu dinding mirip benteng itu terdapat teras penghubung di sekeliling bangunan utama masjid dengan lebar 4 meter. Teras ini ditopang tiang kembar. Lantainya dari tegel bermotif geometris berwarna abu-abu. Tegel ini didatangkan dari Belanda pada pada 1900. Semula lantai ini hanya susunan batu kali yang diplester dengan tanah liat karena semen belum ada.
Tegel langsung dipesan dari Belanda melalui perusahaan NV Jacobson Van Der Berg, lengkap dengan semen bertong dan tenaga ahli. Pemasangan tegel selesai pada 1910. Tak kalah andilnya dalam pembangunan adalah seorang kapten militer Belanda dari Corps Genie yang juga Komandan Genie Sumatra Barat dan Tapanuli yang kantornya terletak tak jauh dari mesjid itu.
Dari teras memasuki ruangan utama terdapat pintu-pintu dan jendela-jendela besar mirip rumah sakit atau bangunan kantor di Indonesia peninggalan Kolonial Belanda dengan setengah kaca di bagian atasnya. Bedanya hanya ventilasi setengah lingkaran di atas jendela dan pintu yang dihiasi lubang-lubang bermotif.
Pintu Sorga yang Delapan
Yang menarik dari pintu ini adalah jumlahnya yang delapan buah. Ini mengartikan orang muslim memasuki masjid dengan niat memasuki pintu sorga yang delapan.
Ruang utama sendiri luasnya 30 meter X 30 meter. Meski tidak terlalu luas di ruangan ini berjejer 25 tiang segi enam berdiameter 50 cm. Masing-masing tiang diberi nama dengan kaligrafi dengan nama masing-masing satu nama nabi dan rasul. Mulai dari Adam hingga Muhammad.
Tiang-tiang ini berfungsi sebagai penyangga balok-balok kayu untuk penahan lantai bagian atas bangunan kayu yang mirip pagoda. Tiang-tiang yang juga terbuat dari bata merah dengan bahan perekat kapur dicampur putih telur ini sama sekali tidak menggunakan tulang besi. Bahkan balok-balok kayu hanya diletakkan di atasnya tanpa ikatan.
Gempa 6,7 Scala Richter yang mengguncang Padang pada 10 April 2005 yang bersumber dari Kepulauan Mentawai meretakkan 15 tiang ini, bahkan satu di antaranya terjatuh sebagian puncaknya.
Balok-balok kayu yang disangga tiang berukuran 25 cm X 25 cm dengan masing-masing panjang 6 meter. Kayu jenis rasak dan besi ini sekarang hampir tidak bisa ditemukan lagi di Sumatra. Dulu kayu ini didatangkan dari Indrapura (Pesisir Selatan) dan Pasaman yang dibawa dengan biduk ke Padang.
Lantai ruangan utama ini dihiasi ubin bermotif yang masih asli dan dulunya didatangkan dari Belanda. Ubin segi lima ini bermotif kembang hitam dengan bulatan merah tua di tengahnya. Kalaupun ada tambahan keramik baru, itu adalah keramik putih untuk dinding dan tiang-tiang yang dipasang.
Penyambung Imam Sumbangan Kapten Cina
Sementara itu atap masjid adalah jenis atap tumpeng atau segi tiga. Dulunya tumpeng bersusun 4 dan mengerucut diatasnya. Namun kemudian diubah dan ditambah dengan dua bangunan menyerupai rumah angin berdesain Cina.
Pada lantai tiga dan empat dibagian atap dibuat ruangan yang dikelilingi kisi-kisi angin semacam jalusi. Pada puncak atap masjid terdapat gobah yang menyerupai nenas ditambah dengan simbol bulan bintang. Bagian ini adalah desain bergaya Cina.
Atapnya terdiri dari atap seng yang berukuran bwg 20, tetapi belum pernah diganti.Lotengnya yang pertama terdiri dari papan tarahan, tetapi karena sudah lapuk, diganti enternit.
Dulunya pada tingkat dua yang berlantai papan ini dipergunakan oleh santri masjid untuk bermain rebana tiap Ramadan hingga sahur, sementara yang lainya bertadarus di lantai satu.
Rangka atap atau kuda-kudanya terdiri dari sistem 'rasuak palanca' atau pahatan tembus.
Antara tingkatan atap bawah dengan tingkat atas diberi dinding angin yang berjarak setinggi 80 cm. Dinding angin ini ditutup dengan kayu berukir. Kayu berukir ini dikerjakan dengan corak bunga yang sama tetapi di pahat .
Bangunan di lantai dua ini juga sering digunakan untuk menggelar rapat. Di bagian tengah ruangan masjid dibangun tempat penyambung iman, karena saat itu ruangan masjid yang luasnya 900 meter persegi itu dirasakan terlalu luas sehingga makmum tidak bisa mendengarkan imam. Dengan dibangun tempat penyambung imam maka kesulitan yang dialami para makmum untuk mendengar suara imam dapat diatasi.
Tempat penyambung imam itu dibangun di tengah ruangan masjid sekaligus dapat digunakan untuk tangga naik ke puncak mesjid. Dana untuk tempat penyambung imam ini disumbangkan oleh Kapten Cina Cap Gho Meh yang juga seorang Cina terkaya di Padang saat itu.
Bahkan tempat penyambung imam ini diukir langsung oleh pengukir Cina yang ada di Padang. Sayangnya pada 1978 tempat penyambung imam ini dibongkar pengurus masjid saat itu karena ada yang lapuk dan dianggap mengganggu.
Mesjid Pertama di Padang
Masjid ganting merupakan masjid pertama di Kota Padang, karena sebelumnya waktu itu yang ada hanya surau-surau kecil. Pembangunan masjid ini dilakukan tiga periode selama lebih satu abad.
Cikal bakal masjid ini adalah sebuah surau dari kayu yang terletak tidak di lokasi itu pada 1700-an. Surau ini dibongkar karena terkena proyek jalan ke Emmahaven (Pelabuhan Teluk Bayur) yang dibuat Kolonial Belanda.
Pada 1805 tiga pimpinan setempat, masing-masing seorang ulama, saudagar, dan pimpinan kampung di Ganting memusyawarahkan pendirian mesjid. Mereka meminta bantuan saudagar-saudagar di Pasar Gadang (Padang Kota Lama) dan ulama tak hanya di Sumatra Barat, tapi hingga ke Sumatera Barat dan Aceh.
Bantuan datang tak hanya dalam bentuk uang, tapi juga tenaga tukang ahli dari pedalaman Sumatra Barat (Minangkabau). Selama lima tahun, masjid ini siap pada 1810 dengan bahan kayu, batu kali, bata, dengan pengikat kapur dicampur putih telur. Bangunan yang dibangun bangunan utama sekarang ini.
Periode kedua pada 1900 hingga 1910 adalah periode pemasangan tegel yang didatangkan dari Belanda dengan semen, serta pembuatan bagian depan masjid yang mirip dengan benteng spanyol. Dalam pembangunan ini bantuan tenaga juga datang dari Komandan Genie (Militer Belanda). Periode ketiga pembuatan menara kiri-kanan masjid hingga siap pada 1967.
Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid turut memberikan andil. Selain lokasi pengembangan agama Islam di Sumatra, juga pernah dijadikan lokasi Jambore Hisbul Wathan se-Indonesai pada 1932, dijadikan lokasi rapat pemuda pejuang di zaman proklamasi dan revolusi 1945. Pada 1942, Ir. Soekarno (Presiden Pertama) pernah menginap di rumah di belakang masjid dan selalu salat di masjid ini.
Hingga kini Masjid Raya Ganting sering dikunjungi pejabat dan tamu negara beragama Islam jika berkunjung ke Padang dan objek wisata sejarah bagi wisatawan asing.**
0 komentar:
Posting Komentar